Forum Tabayyun dan Debat Forum Kiai Muda (FKM) NU dengan Ulil
berlangsung seru. Tak kurang dari 500 orang hadir dalam kesempatan itu.
Mereka datang dari Jember, Banyuwangi, Situbondo, Pasuruan dan
Probolinggo. Seolah-olah forum itu menjadi tempat penumpahan uneg-uneg
warga NU terhadap gagasan dan pemikiran Ulil mengenai Islam liberal yang
diusungnya selama ini.
Debat yang dimoderatori Kiai Abdurrahman Navis itu mengangkat dua
pemikirian Ulil yang sangat kontroversial, yaitu soal pluralisme agama
dan kesakralan Al-Qur’an. FKM diberi kesempatan pertama untuk
menyampaikan “uneg-uneg” terkait dengan pemikiran Ulil.
Peserta menanyakan hal urgen terkait masalah prinsip beragama. Diantaranya Masalah pluralisme agama, semua agama sama benar.
Dalam acara ini, nampak peserta sangat rapi menyiapkan berbagai bahan
baik ucapan, tulisan dan pernyataan Ulil menyangkut paham liberal
selama ini.
Ketika terpojok, Ulil malah berlindung kepada Gus Dur. Ia mengaku pemikirannya sudah dikembangkan oleh Gus Dur
Ketika terpojok, Ulil malah berlindung kepada Gus Dur. Ia mengaku
pemikirannya sudah dikembangkan oleh Gus Dur. “Sebenarnya pemikiran soal
pluralisme sudah diungkap oleh Gus Dur, kenapa baru sekarang ramai,”
ungkap Ulil dikutip situs www.nu.or.id.
Gus A’ab, menyayangkan tulisan-tulisan Ulil soal pluralisme agama
selama ini. Pasalnya, Ulil telah menyamaratakan semua agama. Menurut Gus
A’ab, pemikirian Ulil yang menyatakan bahwa semua agama itu benar
adalah salah besar. Yang betul, katanya, orang Islam wajib meyakini
bahwa agama Islamlah yang benar, walaupun keyakinan itu tidak boleh
sampai menghilangkan toleransi terhadap kebenaran agama lain sesuai
keyakinan penganutnya.
“Jadi jangan pernah mengagggap semua agama benar. Kita harus tetap
meyakini Islam itu yang benar tanpa harus menafikan kebenaran agama lain
sesuai yan diyakini pemeluknya,” tukasnya Gus A’ab.
Mendapat serangan itu, Ulil menghindar. “Tidak benar saya mengatakan
semua agama itu benar. Yang sama itu hanya agama Yahudi, Nasrani dan
Islam. Karena, tiga agama itu minimal mempunyai landasan teoleogi yang
sama,” jelas Ulil.
Debat semakin seru, karena pengunjung banyak yang berteriak ketika
Ulil lagi-lagi menghidari pernyataannya sendiri di berbagai tulisannya.
Padahal, FKM membawa segepok foto copy tulisan Ulil yang berisi
pemikiran kontroversial itu.
Forum Kiai Muda (FKM) NU menilai paham JIL cenderung membatalkan
otoritas para ulama salaf. Namun mengajak menghadapi JIL dengan dialog
Menurut Gus A’ab, pemikiran-pemikiran yang dikembangkan oleh Jaringan
Islam Liberal (JIL) tidak bisa dikaitkan dengan NU, meskipun beberapa
orang dari kelompok ini adalah anak NU, bahkan menantu salah seorang
tokoh NU.
Ia menyatakan, keberadaan JIL sangat merisaukan warga NU, karena salah seorang pentolannya, Ulil Abshar-Abdalla adalah warga NU
Di bawah ini pernyataan lengkap Forum Kiai Muda NU:
Kesimpulan Forum Tabayyun dan Dialog Terbuka
Antara Jaringan Islam Liberal dan Forum Kiai Muda (FKM) NU Jawa Timur
Di PP Bumi Sholawat, Tulangan, Sidoarjo, Jawa Timur
Ahad, 11 Oktober 2009
Dewasa ini sedang berlangsung perang terbuka dalam pemikiran (ghazwul
fikri) pada tataran global. Melalui sejumlah kampanye dan agitasi
pemikiran, seperti perang melawan terorisme dan promosi ide-ide
liberalisme politik dan ekonomi neo-liberal, Amerika Serikat sebagai
kekuatan dunia berupaya menjinakkan ancaman kelompok-kelompok radikal,
memanas-manasi pertikaian di antara kelompok radikal dan moderat dalam
tubuh umat Islam, serta menyeret umat Islam dan bangsa ini ikut menjadi
proyek liberal mereka.
Dengan memperhatikan perkembangan global tersebut, dan terdorong oleh
kepentingan membela tradisi Ahlussunnah Waljamaah yang dianut oleh
warga NU sebagai bagian dari identitas dan jati diri bangsa ini, Forum
Kiai Muda Jawa Timur memberikan kesimpulan tentang hasil-hasil dialog
dengan Jaringan Islam Liberal (JIL) sebagai berikut:
1.
Sdr. Ulil Abshar Abdalla dengan JIL-nya tidak memiliki landasan
teori yang sistematis dan argumentasi yang kuat. Pemikiran mereka lebih
banyak berupa kutipan-kutipan ide-ide yang dicomot dari sana-sini, dan
terkesan hanya sebagai pemikiran asal-asalan belaka (plagiator), yang
tergantung musim dan waktu (zhuruf), dan pesan sponsor yang tidak
berakar dalam tradisi berpikir masyarakat bangsa ini.
2.
Pada dasarnya pemikiran-pemikiran JIL bertujuan untuk membongkar
kemapanan beragama dan bertradisi kaum Nahdliyin. Cara-cara membongkar
kemapanan itu dilakukan dengan tiga cara: (1) Liberalisasi dalam bidang
akidah; (2) Liberalisasi dalam bidang pemahaman al-Quran; dan, (3)
Liberalisasi dalam bidang syariat dan akhlak.
3.
Liberalisasi dalam bidang akidah yang diajarkan JIL, misalnya
bahwa semua agama sama, dan tentang pluralisme, bertentangan dengan
akidah Islam Ahlussunnah Waljamaah. Warga NU meyakini agama Islam
sebagai agama yang paling benar, dengan tidak menafikan hubungan yang
baik dengan penganut agama lainnya yang memandang agama mereka juga
benar menurut mereka. Sementara ajaran pluralisme yang dimaksud JIL
berlainan dengan pandangan ukhuwah wathaniyah yang dipegang NU yang
mengokohkan solidaritas dengan saudara-saudara sebangsa. NU juga tidak
menaruh toleransi terhadap pandangan-pandangan imperialis
neo-liberalisme Amerika yang berkedok “pluralisme dan toleransi agama”.
4.
Liberalisasi dalam bidang pemahaman al-Quran yang diajarkan JIL,
misalnya al-Quran adalah produk budaya dan keotentikannya diragukan,
tentu berseberangan dengan pandangan mayoritas umat Islam yang meyakini
al-Quran itu firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dan
terjaga keasliannya.
5.
Liberalisasi dalam bidang syari’ah dan akhlak di mana JIL
mengatakan bahwa hukum Tuhan itu tidak ada, jelas bertolak belakang
dengan ajaran Al Quran dan Sunnah yang mengandung ketentuan hukum bagi
umat Islam. JIL juga mengabaikan sikap-sikap tawadhu’ dan akhlaqul
karimah kepada para ulama dan kiai. JIL juga tidak menghargai tradisi
pesantren sebagai modal sosial bangsa ini dalam mensejahterakan bangsa
dan memperkuat Pancasila dan NKRI.
6.
Ide-ide liberalisasi, kebebasan dan hak asasi manusia (HAM) yang
diangkat oleh kelompok JIL dalam konteks NU dan pesantren tidak bisa
dilepaskan dari Neo-Liberalisme yang berasal dari dunia kapitalisme,
yang menghendaki agar para kiai dan komunitas pesantren tidak ikut
campur dalam menggerakkan tradisinya sebagai kritik dan pembebasan dari
penjajahan dan kerakusan kaum kapitalis yang menjarah sumber-sumber daya
alam bangsa kita.
7.
JIL cenderung membatalkan otoritas para ulama salaf dan menanamkan
ketidakpercayaan kepada mereka, sementara di sisi lain mereka mengagumi
pemikiran orientalis Barat dan murid-muridnya, seperti Huston Smith,
John Shelby Spong, Nasr Hamid Abu Zaid, dan sebagainya.
8.
Menghadapi pemikiran-pemikiran JIL tidak dilawan dengan amuk-amuk
dan cara-cara kekerasan, tapi harus melalui pendekatan yang strategis
dan taktis, dengan dialog-dialog dan pencerahan.
Forum Kiai Muda Jawa Timur,
Tulangan, Sidoarjo, 11 Oktober 2009 (Sumber)
Tulangan, Sidoarjo, 11 Oktober 2009 (Sumber)
+ komentar + 1 komentar
Apapun keadaan umat Islam pada saat ini, atau paling tidak sampai hari ini, sudah merupakan generasi umat yg rusak(berat). Pertanyaannya, siaapa dan dimana umat yg baik dan lurus? jawabannya: Umat Islam pada masa Rasulallah SAW masih hidup .
Posting Komentar